Angresi Militer Belanda I

Setelah diadakanya perjanjian Linggarjati 10 November 1946 Belanda kemudian meningkatkan aktifitasnya ke wilayah RI berdasarkan isi dari perundingan. Isi dari perundingan Linggarjati yang menjadi alasan Belanda meningkatkan aktifitasnya ke wilayah RI yaitu Indonesia dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda serta bekerja sama membentuk negara RIS, dengan kata lain hasil perundingan Linggarjati merupakan alat bagi Belanda untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak. Setelah merasa cukup kuat maka pada 21 Juli 1947 Belanda mengadakan serangan bersenjata terhadap Indonesia.

Pasukan Belanda pada Agresi I

Tujuan utama dari agresi militer I ini adalah merebut daerah de-fackto Indonesia yang sebelumnya di akui Belanda meliputi Sumatera, Jawa dan Madura didalam perundingan Linggarjati. Kota-kota besar adalah Incaran utama dalam agresi Belanda I dengan Persenjataan yang modern membuat satuan pasukan Indonesia mengalami kekalahan dan terpukul mundur hingga ke luar kota.

Agresi militer Belanda I mendapat kritikan dari dunia internasional khususnya Dewan Keamanan PBB. Atas usulu Amerika serikat, PBB kemudian mengeluarkan perintah pada 1 Agustus 1947 untuk menghentikan permusuhan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda yang diberlakukan pada 4 Agustus 1947. Menindak lanjuti hal itu maka PBB membentuk Komisi Konsuler yang diketuai Komisi Jendral Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan negara anggota Komisi Jendral Cina, Belgia, Perancis, Ingris, dan Australia. Tugas dari komisi Konsuler yaitu mengawasi pelaksanaan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. setelah itu maka dibentuk Misi jasa-jasa baik atau Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Paul van Zeeland (Belgia) dipilih oleh Belanda, Richard Kirby(Australia) dipilih oleh Indonesia, dan sebagai penengah Dr. Frank Graham (Amerika Serikat) ditunjuk oleh Belgia dan Australia. Atas usul Komisi Tiga Negara kemudian diadakan Perundingan Renville.

Untuk selengkapnya silahkan baca Perundingan Renville