Melacak Jejak Sejarah Kerajaan Hindu di Indonesia Dari Kerajaan Kutai Hingga Kejayaan Majapahit

Perkembangan dan Perpaduan Suara Aria dan Dravida di India 

Agama Hindu, sebagai kepercayaan yang pertama kali muncul dan berkembang di India, memancarkan cahaya sejarah yang kaya dengan percampuran kepercayaan antara suku bangsa Aria dan Dravida. Bangsa Aria, bangsa pengembara yang berakar dari India Utara dan Iran, menemukan peradaban di Mahenjodaro dan Harapa, yang pada saat itu dikuasai oleh bangsa Dravida di lembah Sungai Indus. 

Proses panjang ini melibatkan penaklukan oleh bangsa Aria terhadap bangsa Dravida, menyebabkan perpindahan bangsa Dravida ke wilayah Vindhya. Dalam perjalanan dan konflik ini terbentuklah dasar-dasar Agama Hindu yang kaya akan nilai-nilai spiritual, kebudayaan, dan perpaduan antarbudaya, menciptakan landasan unik yang terus diteruskan dalam sejarah budaya dan keagamaan India.

Reruntuhan arkeologis Mahenjodaro

Jejak Hindu di Nusantara Keberlanjutan Agama Hindu dalam Pembentukan Kerajaan dan Peradaban di Indonesia

Agama Hindu mulai berkembang di wilayah Nusantara bersama dengan berdirinya kerajaan Hindu diabad ke-4 di Kalimantan Timur. Kerajaan Hindu berkembang di wilayah nusantara berkisar abad ke-4 hingga abad ke-14 setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu di Indonesia yang sempat mengalami masa kemajuan yang cukup pesat di Indonesia yaitu Kutai, Tarumanegara, Dinasti Sanjaya, Medang Kamulan, Kediri, Singasari, Bali, Pajajaran, dan Majapahit. Untuk lebih jelas berikut pembahasan kerajaan-kerajaan Hindu yang berkembang di wilayah Indonesia yaitu:

Catatan Sejarah Jejak Kejayaan Kerajaan Kutai Hindu di Kalimantan Timur melalui Prasasti Yupa

Kerajaan Kutai, yang mencerminkan corak Hindu, merupakan entitas bersejarah yang penting di Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini dapat ditelusuri melalui prasasti Yupa. Terletak di Muara Kaman, di daerah hulu Sungai Mahakam, Kutai memiliki Raja Kudungga sebagai pemimpin pertamanya, yang sebelumnya merupakan kepala suku sebelum memeluk agama Hindu dan naik takhta dengan gelar Raja. 

Prasasti Yupa

Kudungga kemudian menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Aswawarman, yang sukses menggelar upacara kurban emas sebagai bukti prestasinya dalam membawa Kutai pada puncak kejayaan. Aswawarman kemudian mewariskan kerajaan kepada anaknya, Mulawarman, yang terkenal melaksanakan upacara kurban kepada kaum Brahmana dengan menyembelih sebanyak 20.000 ekor sapi, menandai kejayaan dan kebesaran Kerajaan Kutai dalam konteks spiritual dan kultural Hindu.

Pernyataan Kejayaan dan Kontribusi Raja Purnawarman dalam Pembangunan Infrastruktur Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara, yang sejarahnya dapat dilacak melalui beberapa prasasti, menjadi elemen penting dalam perkembangan budaya di wilayah Bogor dan sekitarnya. Prasasti-prasasti seperti Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor), Prasasti Kebon Kopi (Bogor), Prasasti Jambu (Bogor), Prasasti Muara Cianten (Bogor), Prasasti Tugu (Jakarta Utara), Prasasti Pasir Awi (Leuwiliang), dan Prasasti Munjul (Banten) menjadi saksi bisu keberadaan kerajaan ini. 

Raja Purnawarman memegang peran sentral dalam pemerintahan Tarumanegara, dan pada masa kepemimpinannya, ia dikenal membangun terusan sepanjang 6112 tombak. Prasasti Tugu mencatat bahwa terusan ini tidak hanya berfungsi sebagai saluran irigasi, tetapi juga memberikan kemungkinan penggunaan untuk kepentingan pelayaran dan perdagangan. Keberadaan kerajaan Tarumanegara dan prestasi Purnawarman dalam infrastruktur mencerminkan kontribusi signifikan mereka dalam membentuk sejarah dan peradaban di wilayah tersebut.

Mataram Kuno Bercorak Hindu Masa Dinasti Sanjaya dan Bercorak Buddha Masa Dinasti Syailendra

Mataram Kuno, dengan Dinasti Sanjaya sebagai komponen integralnya, memainkan peran utama dalam sejarah dan budaya di Jawa Tengah. Kerajaan ini terletak di Bhumi Mataram, dikelilingi oleh pegunungan, gunung, dan dialiri oleh sungai-sungai utama seperti Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan. Dinasti Sanjaya, yang muncul pada abad ke-8 Masehi, tercatat dalam prasasti-prasasti penting, seperti Prasasti Canggal (daerah Kedu) tahun 732 M dan Frasasti Balitung, serta Kitab Carita Parahyangan. Mataram Kuno terbagi menjadi dua yaitu Dinasti Sanjaya bercorak Hindu dan Dinasti Syailendra bercorak Buddha.

Prasasti Canggal (732 M) menjadi saksi sejarah penting Dinasti Sanjaya, menunjukkan bahwa Raja Sanjaya mendirikan Lingga sebagai perwujudan dewa Siwa. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, memimpin kerajaan ini ke puncak kejayaan. Raja pertama ini kemudian digantikan oleh serangkaian penguasa yang memainkan peran penting dalam dinamika pemerintahan Dinasti Sanjaya, antara lain Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, dan Rakai Watuhumalang.

Keberhasilan Dinasti Sanjaya dalam membangun peradaban di Bhumi Mataram mencerminkan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan budaya, agama, dan pemerintahan di Jawa Tengah. Dinasti ini menjadi tonggak bersejarah dalam membentuk identitas kawasan tersebut, dan warisan mereka terus memberikan pengaruh pada budaya Jawa hingga hari ini.

Candi Prambanan

Kerajaan Medang Kamulan Mengalamai Masa Kejayaan Pada Masa Kepemimpinan Raja Airlangga

Kerajaan Medang Kamulan, yang berpusat di muara Sungai Brantas dengan ibukotanya Wantan Mas, memiliki sejarah yang kaya dan kompleks. Prasasti yang ditinggalkan oleh Mpu Sinduk dan Prasasti Calcuta oleh Raja Air Langga menjadi sumber berharga, sedangkan catatan dari sumber asing, terutama India dan Cina, turut membentuk citra kerajaan ini. 

Raja Mpu Sindok, bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin, menjadi tokoh sentral, diikuti oleh Raja Dharmawangsa yang berhasil memperluas wilayah kekuasaan. Raja Airlangga, penguasa bijak, membawa kerajaan ini pada puncak kejayaan dengan menaklukkan Murawari dan Wengker, serta menghadapi Rangda Indirah seperti dalam cerita Calon Arang. Untuk menghindari konflik internal, Raja Airlangga membagi kerajaan menjadi Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri, menciptakan dua entitas pemerintahan yang memberikan dampak besar dalam sejarah dan perkembangan wilayah tersebut.

Kerajaan Kediri Jejak Kejayaan Kebudayaan dan Kesejahteraan di Tepi Sungai Brantas

Kerajaan Kediri, terletak di tepi Sungai Brantas dengan ibukotanya Daha, menandai keberlanjutan perkembangan kebudayaan di Jawa Timur. Kehadiran kerajaan ini tercatat dalam prasasti-prasasti penting seperti Prasasti Sirah Keting, Prasasti Tulungagung dan Kertosono, Prasasti Ngantang, Prasasti Jaring, dan Prasasti Kamulan. Selain itu, kronik Chu Pan Chi, sumber asing abad ke-12 dan ke-13, memberikan gambaran tentang keadaan Kediri pada masa itu. 

Prasasti Sirah Keting

Raja-raja yang memimpin Kerajaan Kediri mencakup tokoh-tokoh seperti Raja Jaya Warsa, Raja Bameswara, Raja Jayabaya, Raja Saweswara, Raja Aryeswara, Raja Gandra (1181 M), Raja Kameswara (1182-1185 M), dan Raja Kertajaya (1190-1222 M). Kerajaan Kediri menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan yang berpengaruh, memainkan peran kunci dalam perkembangan sejarah Jawa Timur pada periode tersebut.

Singasari Dengan Ekspedisi Pamalayu Beran Strategis dalam Menyatukan Wilayah dan Sejarah Maritim Nusantara

Kerajaan Singosari, yang dikenal dengan ekspedisi pamalayu di bawah pemerintahan Raja Kertanagara (1275–1286), memainkan peran penting dalam sejarah maritim dan politik di Nusantara. Ekspedisi pamalayu bukan hanya upaya penaklukan terhadap kerajaan Melayu di Sumatera, tetapi juga strategi untuk menghentikan ekspansi militer Dinasti Yuan (Dinasti Mongol) yang tengah menguasai China.

Ekspedisi Pamalayu

Sejarah dan keberadaan kerajaan ini terekam dalam prasasti kitab kuno Pararaton dan Negarakertagama, prasasti Padang Roco, serta catatan dari bangsa China. Raja-raja yang memerintah Singosari, seperti Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222-1247), Anusapati (1247-1249), Tohjaya (1249-1250), Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250-1272), dan Kertanagara (1272-1292), berhasil memajukan Singosari menjadi kerajaan yang besar dan memainkan peran kunci dalam geopolitik regional pada masa itu.

Kerajaan Bali Pada Masa Kejayaan dan Pengaruh Kebudayaan dalam Pengelolaan Kerajaan

Kerajaan Bali, yang terletak di pulau yang dikenal dengan keindahan alamnya, menjadi pusat kebudayaan dan kebijakan yang berpengaruh di wilayah tersebut. Catatan sejarah tentang keberadaan kerajaan ini terdapat dalam prasasti-prasasti penting seperti Prasasti Sanur (917 M) dan Prasasti Calcuta (1042 M). Masa kejayaan kerajaan Bali terjadi pada pemerintahan Raja Anak Wungsu (1049-1077 M), yang berhasil mempersatukan seluruh kerajaan di pulau tersebut. 

Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mengatur struktur sosial dengan membagi kelompok pekerja menjadi tiga kategori, mencakup Pandai Besi, Emas, dan Tembaga untuk senjata, perhiasan, dan alat rumah tangga raja; Tukang Kayu, Batu, dan Bangunan; serta golongan Pedagang, yang terdiri dari saudagar pria yang disebut Wiragrama dan saudagar perempuan yang disebut Wiragrami. Keberhasilan Raja Anak Wungsu dalam mengelola kerajaan Bali menciptakan fondasi kuat untuk perkembangan budaya, ekonomi, dan sosial di pulau tersebut.

Jejak Sejarah Kerajaan Pajajaran dan Pusat Kebudayaan di Wilayah Barat Pulau Jawa

Kerajaan Pajajaran, yang terletak di Tatar Pasundan, wilayah barat Pulau Jawa, menjadi pusat kebudayaan dan kebijakan yang signifikan. Lokasinya kini berada di wilayah Bogor, Jawa Barat. Juga dikenal sebagai Kerajaan Sunda, perkiraan pendirian kerajaan ini berkisar antara abad ke-10 hingga abad ke-11. 

Sejarah kerajaan Pajajaran terdokumentasi melalui berbagai prasasti, seperti Prasasti Rakryan Juru Pengambat (923 M), Prasasti Horen, Prasasti Citasih (1030 M), dan Prasasti Astanagede. Selain itu, Kitab Carita Kidung Sundayana turut memberikan wawasan tentang perkembangan dan kejayaan kerajaan ini. Kerajaan Pajajaran menjadi sentra penting bagi perkembangan budaya dan pemerintahan di wilayah barat Pulau Jawa, meninggalkan jejak berharga dalam sejarah Nusantara.

Kerajaan Majapahit Sebagai Kerajaan Hindu Bercorak Hindu Terbesar di Nusantara Terkenal Dengan Sastra yang Mempesona

Kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan Hindu terbesar di Indonesia, memegang peran sentral dalam sejarah Nusantara. Berakar dari kerajaan Singasari, kelangsungan Majapahit terbentuk setelah Raden Wijaya, yang menikahi keempat putri Raja Kertanegara, memberontak dan mendirikan kerajaan baru. Kematian Raja Kertanegara oleh Adipati Kediri Jayakatwang memicu peristiwa ini. 

Raden Wijaya membangun kota kerajaan terbesar di Indonesia di Tanah Hutan Tarik, setelah mendapat pengampunan. Sejarah Majapahit tercatat dalam prasasti-prasasti seperti Prasasti Butok, Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, dan Prasasti Balawi, serta sumber lain seperti Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama. 

Perwujudan Raja Pendiri
Kerajaan Majapahit

Karya-karya sastra seperti Sutasoma karangan Mpu Tantular, Kitab Arjunawiwaha, Kitab Kunjarakarna, dan Kitab Parhayajna turut memberikan gambaran tentang keberadaan dan kejayaan Majapahit. Puncak keemasan kerajaan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, putra Tribhuwanatunggadewi dan Cakradara, pada tahun 1350-1389. Keberhasilan Majapahit juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan bijak dan kuat Patih Gajah Mada, yang dikenal dengan sumpah palawanya.

Kesimpulan

Keseluruhan, perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya. Jejak sejarah kerajaan-kerajaan ini, dari Kutai hingga Majapahit, menjadi bukti prestasi dan kearifan manusia Nusantara dalam membentuk masyarakat yang beragam dan bersejarah.